Minggu, April 17, 2011

Househusband

Dikarenakan postinganku tentang 'househusband' di sini aku memiliki beberapa penggemar yang memang praktisi househusband. :) Semenjak postingan di bulan April 2007 itu, paling tidak ada 3 orang yang menyapaku di YM. Dan dri tiga orang itu, ada satu orang yang terdaftar di contact list di YM-ku. Itu sebab dia rajin menyapa jika dia melihat aku online. Jika aku tidak (kelihatan) online berbulan-bulan, dia akan meninggalkan offline messages; he is indeed very friendly and nice, aku aja yang cuek melulu.

Barusan semalam aku dengan baik hati membalas sapaannya di YM. Seperti biasa kalau sedang chat, dia akan curhat tentang perlakuan orang-orang sekitar yang nampak tidak bisa menerima (atau kalau menggunakan istilah yang lebih sadis: 'melecehkan') pilihannya sebagai househusband. Betapa dia ingin lebih banyak orang yang berpikiran feminis sepertiku, sehingga dia tidak perlu selalu merasa tidak dihargai oleh masyarakat sekitar.

Dia pun berkisah tentang bagaimana ibunya membesarkan anak-anaknya tanpa membedakan jenis kelamin. She was a single parent. That online buddy of mine was the youngest, sedangkan kakak-kakaknya (dua orang) semua perempuan. Dia lebih sering diberi tugas 'rumah tangga' sebangsa masak dan bersih-bersih rumah sedangkan kakak-kakaknya melakukan pekerjaan yang lebih 'maskulin' misal membetulkan mobil yang rusak, listrik yang begini, bla bla bla yang begitu. Walhasil, hingga dewasa dia lebih suka mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya memerlukan sentuhan feminin dibandingkan maskulin.

Pertama kali dia bertemu dengan istrinya, sang istri telah memiliki kedudukan yang mapan dalam karirnya, dan memutuskan untuk menikahi seorang laki-laki yang tidak keberatan menjadi househusband. Pucuk dicinta ulam tiba. Mereka pun menikah setelah penjajakan selama satu tahun.

Kadang kalau aku sedang chat dengannya, dia minta ijin offline sejenak karena harus menyiapkan sarapan, atau sekedar kopi ataupun kudapan di sore/malam hari untuk istrinya. Kalau (disana) siang hari, dia lebih leluasa untuk online, sambil bersih-bersih rumah dan masak. Btw, dia tinggal di Canada.

Baru semalam aku sempat bertanya tentang apakah dua kakak perempuannya menikah. Dia jawab, iya. Dan salah satunya memiliki suami yang memutuskan menjadi househusband juga.

Kemudian dia pun bertanya apakah aku akhir-akhir ini memiliki lebih banyak kenalan yang seorang househusband. Sayangnya engga. Di Indonesia kebanyakan pasangan suami istri yang suaminya househusband terjadi bukan karena pilihan namun karena accident
  • karena PHK (yang banyak terjadi setelah krisis moneter tahun 1997)
  • karena istri menjadi TKW
Setelah 'terpaksa' menjadi househusband, belum tentu juga mau mengerjakan segala household chores karena masih berpikir bahwa pekerjaan rumah tangga itu identik dengan pekerjaan perempuan. Kalau begini berarti namanya bukan househusband yak, tapi being between jobs alias pengangguran.

I am a single parent now. Meski aku mendukung adanya househusband sebagai satu pilihan untuk lebih memperhatikan tumbuhkembangnya anak-anak (ini alasan utama seorang rekan kuliah dulu ketika sang suami memutuskan untuk 'resigned' dari tempat kerjanya,) kalau sampai menikah lagi, aku tidak menginginkan seorang laki-laki yang memilih menjadi househusband. Secara my pay is only enough to make ends meet.

PT56 12.03 170411

P.S. Check this out too

Tidak ada komentar:

Posting Komentar