Rabu, Februari 23, 2011

Love, lust, and sex

"Is love the same as sex?"

Pertanyaan di atas kulontarkan ketika di kelas "Religious Studies" kita mulai membahas tentang "beliefs about love and sex". Siswaku mengatakan cinta tidak sama dengan seks. Seks bisa dilakukan tanpa cinta, sedangkan cinta -- yang dimaknakan sebagai "a close attachment to another person" dalam modul yang kuambil dari Relationship -- sangat memungkinkan kedua belah pihak (atau mungkin juga lebih dari 'hanya' dua orang?) untuk melakukan seks -- yang dimaknakan dalam modul sebagai "sexual intercourse". Meski kata cinta sendiri bisa dikategorikan dalam beberapa hal, cinta orang tua kepada anak atau sebaliknya, cinta antarsaudara, kakak maupun adik, dan cinta antara boyfriend dan girlfriend atau pun suami dan istri. Dalam tulisan ini, kata cinta dimaknakan sebagai cinta sepasang kekasih (suami istri termasuk kategori ini).

Dalam kelima agama yang kita bahas – Christianity, Hindu, Islam, Judaism, dan Sikhism – tak satu pun agama yang membolehkan sepasang kekasih untuk melakukan sexual intercourse sebelum menikah.

Dalam Christian views, dikatakan “Christian teaching is generally that sexual intercourse is wrong unless it happens within a marriage. God intended men and women to live together as married couples but not to live together outside marriage. (“Flee from sexual immorality” => I Corinthians 6: 18-19)

Hindu views mengatakan “Sex is considered a good thing which is to be enjoyed as one of the duties of marrie life, ... self-control is an important aspect of Hindu teaching, so sexual intercourse has to take place between married couples only.”

Islam mengatakan “sexual intercourse is an act of worship that fulfills emotional and physical needs as well as being procreative. ... it is a   gift from Allah and therefore can only take place within a married relationship."

Sementara itu, Jewish views percaya bahwa “sexual intercourse is a very important part of human relationships but only as part of marriage. ... the purpose for sex is not just to have children: it is also for married people to demonstrate their love for each other.”

Sejalan dengan empat agama di atas, Sikhism juga percaya bahwa “sex has to be limited to married couples and pre-marital (before marriage) or extra-marital (outside marriage) sex is forbidden.” Ini karena Sikh teaching mengedepankan “chastity” dan “cleanliness” maka segala sesuatu yang mungkin akan merusak tubuh harus dihindari.

LOVE versus SEX

“Will love always end up with sex?”

Meski pada awalnya my students mengatakan “not always” untuk menjawab pertanyaan di atas, akhirnya mereka toh mengakui bahwa sex adalah salah satu “tujuan” setelah mungkin bosan dengan hanya sekedar berbincang, saling bertatapan, memeluk, dan berciuman. Let’s say setelah berpacaran selama sekian tahun.
Beberapa alasan mengapa mereka lebih memilih menghindari seks:
  1. Takut dosa dan masuk neraka
Menurutku pribadi ini bukan alasan yang ‘benar-benar membuat para remaja yang keingintahuannya tentang seks besar’ tak mau mencoba, karena jawaban ini tentu dilatarbelakangi ‘brainwashing’ tentang ajaran agama yang mereka terima sewaktu masih kecil. I want my students to use their critical and logical thinking to view this stuff. Dan akhirnya aku pun menemu jawaban yang kedua.

2. Hamil outside the wedlock
Selain malu – karena judgment society yang hypocrite – juga kemungkinan pendidikan mereka akan terganggu. Lagi-lagi ambiguitas masyarakat yang menganggap siswa (perempuan) yang hamil di luar nikah harus dikeluarkan dari sekolah, sehingga mereka akan kesulitan untuk mengakses pendidikan.
Ketika membahas kemungkinan hamil outside the wedlock ini ada seorang siswa yang mengatakan “pakai pengaman dong”. Ini berarti sebenarnya hamil di luar menikah ini bisa diatasi dengan menggunakan pengaman, misalnya kondom.

3. Virginity
Tidak kusangka jika di abad ini masih ada sekelompok (atau mungkin masih banyak?) orang yang beranggapan bahwa virginity masih sangat penting bagi seorang perempuan yang harus mereka persembahkan kepada suami di malam pertama. Walhasil, mereka pun berusaha mati-matian untuk tidak melakukan sexual intercourse sebelum menikah.

4. Sexual disease
I am of opinion bahwa ini adalah alasan yang paling masuk akal sehingga sebaiknya sex outside the wedlock maupun extra-marital sex dihindari. Seperti untuk menghindari kehamilan, kondom masih bisa digunakan untuk ‘pengaman’ namun kenyataan bahwa keberhasilan pemakaian pengaman tidak selalu 100%, maka ... you can conclude it by yourself.

Dari keempat alasan ini, maka kesimpulan ada di nomor berikutnya:

5. High self-control
“I have high self-control not to be close to sex, Miss,” kata seorang siswa. Pertanyaan berikutnya adalah, “why self control?” maka paling tidak keempat alasan di ataslah jawabannya.

LUST

“Where does lust come from?”

Blue film adalah kambing hitam pertama yang disebut oleh siswaku. J Bahkan adegan ciuman di film “Beauty and the Beast” pun juga dijadikan salah satu pemicu ide untuk mencium sang pacar. Kita semua tentu mahfum jika ‘lust’ bisa berasal dari ciuman.

Yang mencengangkan masturbasi adalah jawaban kedua dari mana ‘lust’ comes from. I forgot to ask darimana mereka tahu istilah ‘masturbasi’ yang kemudian menjadi topik perbincangan dengan teman karena mereka curious what it is. Kalau tidak berbincang dengan teman, mereka mungkin akan googling to know what it is all about. (thank internet or curse it?) Setelah tahu, bisa jadi kemudian mereka curious atau tertarik untuk mempraktekkannya. Rasa nikmat dan puas yang mereka dapatkan akhirnya membuat mereka mengenal rasa ‘lusty’ karena ingin mendapatkan rasa nikmat dan puas itu lagi dan lagi.

AMONG ADULT PEOPLE

Note: ‘adult people’ di sini adalah orang-orang yang sudah (pernah) menikah atau orang yang sudah punya pengalaman having sex.

‘Love ‘ akan selalu bisa dipastikan akan end up dengan seks. Antara pasangan suami istri maupun sepasang kekasih, seks adalah satu cara untuk mengungkapkan rasa cinta mereka kepada pasangannya. Bagi pasangan ‘konvensional’ bisa jadi seks adalah cara untuk mendapatkan keturunan. Namun banyak juga di masa sekarang orang menganggap seks sebagai suatu entertainment for themselves.

“How do women’s views on sex differ from that of men’s?”

Many people take it for granted bahwa bagi perempuan seks adalah satu cara untuk mendapatkan ‘intimacy’ with their loved ones, maka kenikmatan seks – the big O – tidak begitu penting. Sedangkan untuk laki-laki berlaku sebaliknya. Namun ternyata di zaman yang lebih terbuka sekarang, banyak juga perempuan yang mengatakan bahwa the big O juga penting in their sex life. Dipercaya bahwa semakin sering perempuan mendapatkan orgasme dalam kehidupan mereka, akan semakin bahagia mereka, dan kebahagiaan itu akan mereka tebarkan untuk orang-orang yang berada di sekitar mereka.

Dan ada juga laki-laki yang lebih memilih intimacy ketimbang orgasme.

“Can lust come without love?”

Sangat bisa dan sangat manusiawi. Oleh karena itu sangat bisa dimaklumi jika mereka yang tidak memiliki steady partner – spouse or boyfriend or girlfriend – akan terlibat dengan one night stand ‘affair’. However, for this stuff, don’t relate it to the things I discussed with my students in Religious Studies class. Perhaps I will write further about this – or some other kinds of stuff – later on.

I am just out of the blue exhausted.
(excuse!)

PT28 18.11 230211

Tidak ada komentar:

Posting Komentar