Selasa, Februari 08, 2011

From "Globalization Era" to "comics"

Bermula dari obrolan tentang Globalization Era di kelas ‘citizenship’ di kelas 9 tadi pagi, aku dan anak-anak jadi berbincang tentang jenis-jenis komik yang bagiku sangat mencengangkan. NAH LO? Kok bisa?

Ceritanya begini. Ada dua pertanyaan dalam buku yang mengawali diskusi kita.

  1. An opinion says that modern people are people who follow the western lifestyle. Do you agree with this statement? Explain your answer.
  2. What would happen if a region or a country does not open up or work with other regions or countries?

Kita mulai mendaftar barang-barang yang bisa dikategorikan ‘modern’ yang tidak bisa kita (baca => my students) tinggalkan to survive: AC, komputer (berarti listrik), dan mobil karena lokasi rumah mereka lumayan jauh dari sekolah, ditambah lagi kenyataan bahwa Semarang terdiri dari high land dan low land. Sekolah berlokasi di tengah-tengah ‘bukit’, yang berarti tidak di low land namun tidak di ‘highest’ land.

Di tengah diskusi, tiba-tiba ada seorang siswa yang mengatakan, “it is okay for me not to have computer at home, Miss, as long as there is T***M** bookstore next to my home, so that I can read a lot of comics during my spare time.” (NOTE => dia bilang dia biasa menggunakan komputer untuk main game selain untuk mengerjakan tugas sekolah. Jika dia ngenet, pun yang dia lakukan juga kebanyakan download comics.)

Speaking about ‘comics’, aku jadi ingat komen yang kutulis di postingan seorang online buddy di lapak sebelah tentang komik dimana kemudian dia menyebut ‘hentai’. (I was in the dark about what it was when reading his reply. Angie yang kemudian memberitahuku what it was.) Maka, dengan hati-hati, aku bertanya kepada para siswaku, “Speaking about comics, have you ever heard ‘hentai’?”
You can guess, ternyata my students know about this stuff better than their teacher. LOL. (Maklum, semenjak menginjak bangku SMP, aku bukan lagi penikmat komik.) Malah dari mereka kemudian aku mendengar jenis-jenis (alias kategori-kategori) komik lain, seperti ‘ecchi’, ‘harem’, ‘mature’, ‘adult’. Dan aku pun bengong tatkala my students told me bahwa jenis-jenis komik yang berkategori ‘adult’ pun dijual bebas di toko buku, meski kata mereka kadang toko buku hanya ‘asal saja’ waktu membubuhkan tulisan “D” yang bermakna ‘dewasa’. Misal, satu kali seorang siswaku mengaku membeli sebuah komik yang ternyata ada kategori “D” di sampul, yang tidak dia lihat waktu membeli karena tulisan “D” tertutup label harga. Dia baru ‘ngeh’ setelah sampai rumah. Nevertheless, she didn’t find any ‘adult scenes’ di dalamnya, kecuali bahwa ada satu gambar salah satu karakternya terpotong tangannya. Ini berarti ada gambar yang menunjukkan ‘violence’.

Selain beberapa kategori yang kusebutkan di atas, ada juga jenis-jenis komik (buatan Jepang) yang berkisah tentang homoseksual – baik gay maupun lesbian. Yang menarik, masih kata siswaku juga nih, dan sampai sekarang aku belum ngecek di google, komik-komik yang berkisah tentang gay justru lebih banyak dikonsumsi oleh para remaja perempuan, sedangkan yang lesbian lebih menarik para remaja laki-laki.

This is really interesting for me, yang sama sekali ‘buta komik’. LOL.

“So, speaking about the impact of globalization era, do you think this comic thing gives us advantages or disadvantages?” tanyaku.

Dan, ini adalah pe-er yang harus dijawab oleh my students dalam bentuk uraian, lengkap dengan alasannya. :)

GL7 15.21 080211

P.S.: berikut adalah link ke tulisan seorang online buddy of mine di lapak sebelah, yang berkisah tentang komik.
 Membaca Komik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar